Senin, 05 April 2010

HUBUNGAN ANTARA HUKUM JUDICIAL REVIEW DENGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN

A. Pengantar

Istilah judicial review sesungguhnya merupakan istilah teknis khas hukum tata negara Amerika Serikat yang berarti wewenang lembaga pengadilan untuk membatalkan setiap tindakan pemerintahan yang bertentangan dengan konstitusi. Pernytaan ini diperkuat oleh Soepomo dan Harun Alrasid, mereka mengatakan di Belanda tidak dikenal istilah judicial review, mereka hanya mengenal istilah hak menguji (toetsingensrecht). Judicial review dimaksudkan menjadi salah satu cara untuk menjamin hak-hak kenegaraan yang dimiliki oleh seorang warga negara pada posisi diametral dengan kekuasaan pembuatan peraturan.

Pengujian oleh hakim itu dapat dilakukan dalam bentuk institutional-formal dan dapat pula dalam bentuk substansial. Suatu peraturan sebagai institusi dapat dimohonkan pengujian kepada hakim, dan hakim dapat menyidangkan perkara ‘judicial review’ itu dalam persidangan yang tersendiri, inilah bentuknya yang secara institutional-formal. Sedangkan dapat juga terjadi pengujian yang dilakukan oleh hakim secara tidak langsung dalam setiap proses acara di pengadilan. Dalam mengadili sesuatu perkara apa saja, hakim dapat saja atau berwenang mengesampingkan berlakunya sesuatu peraturan atau tidak memberlakukan sesuatu peraturan tertentu, baik seluruhnya (totalitas) ataupun sebagiannya. Mekanisme demikian ini dapat pula disebut sebagai ‘judicial review’ yang bersifat prosessual, atau ‘judicial review’ yang bersifat substansial.

Dalam konteks yang berkembang di Indonesia, sealur dengan perkembangan ketatanegaraan kontemporer, di mana judicial reviw menjadi bagian dari fungsi Mahkamah Konstitusi, judicial review dimaknai sebagai kewenangan untuk melakukan pengujian baik secara materil maupun formil suatu undang-undang terhadap undang-undang dasar, serta kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Jadi, secara teoritik judicial review, dalam kerangka peradilan tata negara, dengan pemaknaan yang telah dipersemit seperti di atas, judicial review berarti kewenangan-kewenangan yang di miliki oleh peradilan tata negara (sebuah lembaga judicial), untuk melaksanakan fungsi-fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mengenai objek pengujiannya ialah produk-produk legislative (legislative act), yang berupa undang-undang. Dalam system hukum Indonesia yang berkembang saat ini, yang mejadi legislator utama adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), akan tetapi karena pembuatan produk legislasi (UU) membutuhkan persetujuan bersama antara eksekutif dan legislative, maka pemerintah pun memiliki fungsi sebagai legislator, meski hanya co-legislator. Dalam kapasitasnya sebagai pembentuk undang-undang, kedua organ tersebut (DPR dan Presiden) tidak wenang untuk merubah atau membatalkan suatu produk undang-undang. Pemerintah sendiri justru harus mentaati suatu produk undang-undang, dan DPR menggunakan undang-undang bersangkutan sebagai satndar atau alat control terhadap pemerintah dalam melaksanakan kinerjanya. Persoalannya adalah ketika produk undang-undang tersebut nilai konstitulitasnya bertentanga dengan konstitusi, apakah harus terus dilanjutkan, pelaksanaan dan fungsi kontrolnya. Pada sisi inilah Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga judicial mengambil peran, untuk melakukan uji konstitualitas.

B. Judicial Review

1. Pengertian

Istilah judicial review sesungguhnya merupakan istilah teknis khas hukum tata negara Amerika Serikat yang berarti wewenang lembaga pengadilan untuk membatalkan setiap tindakan pemerintahan yang bertentangan dengan konstitusi. Pernyataan ini diperkuat oleh Soepomo dan Harun Alrasid, mereka mengatakan di Belanda tidak dikenal istilah judicial review, mereka hanya mengenal istilah hak menguji (toetsingensrecht). Judicial review dimaksudkan menjadi salah satu cara untuk menjamin hak-hak kenegaraan yang dimiliki oleh seorang warga negara pada posisi diametral dengan kekuasaan pembuatan peraturan.

Sri Sumantri berpendapat Hak menguji materiil (judicial review) adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende acht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Jadi hak menguji materiil ini berkenaan dengan isi dari suatu peraturan dalam hubungannya dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya

Mauro Capelletti, secara substantif mengartikan judicial review sebagai sebuah proses penerjemahan nilai-nilai yang ditentukan oleh konstitusi melalui sebuah metode tertentu untuk menjadi suatu keputusan tertentu. Proses penerjemahan tersebut terkait dengan pertanyaan questio juris yang juga harus dijalankan oleh para hakim dalam sebuah lembaga kehakiman, hakim tidak hanya memeriksa fakta-fakta (judex factie), tetapi juga mencari, menemukan dan menginterpretasikan hukumnya (judex juris). Artinya, penekanan pada proses interpretasinya ini (proses review) mengakibatkan judicial review menjadi isu yang punya kaitan erat dengan struktur ketatanegaraan suatu negara bahkan hingga ke proses politik pada suatu negara. Konsep ini memiliki hubungan erat dengan struktur tatanegara suatu negara yang menempatkan dan menentukan lembaga mana sebagai pelaksana kekuasaan tersebut. Bahkan lebih jauh, bagaimana proses politik nasional memaknai pelaksanaan pemegang kekuasaan judicial review tersebut.

2. Objek Hukum Judicial Review

Praktek Judicial Review dikenal tiga macam norma hukum yang bisa diuji :

a. Keputusan normative yang berisi dan bersifat pengaturan (regeling)

b. Keputusan normative yang berisi dan bersifat penetapan administrative (beschikking)

c. Keputusan normative yang berisi dan bersifat penghakiman (judgement/vonnis)

C. Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan Kehakiman di Indonesia diatur dalam ketentuan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan induk dan kerangka umum meletakkan dasar serta asas-asas peradilan secara umum, kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas campurtangan dari pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman untuk menyelanggarakan peradilan demi terselenggaranya negara hukum.

1. Pengertian

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan kehakiman Pasal 1 disebutkan bahwa Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

2. Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan kehakiman Penyelenggaraan kekuasan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 di atas dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan undang-undang tersebut di atas maka Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

Mahkamah Agung mempunyai kewenangan:

a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah agung;

b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan

c. Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c. Memutus pembuabaran partai politik

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

D. Hubungan Hukum Judicial Review dengan Kekuasaan Kehakiman

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Hukum Judicial Review memiliki hubungan yang sangat erat dengan kekuasaan kehakiman yang berlaku di Negera Republik Indonesia. Bahkan antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa sisi, antara lain :

1. Objek Judicial Review pada dasarnya merupakan undang-undang atau konstitusi yang dibuat oleh lembaga yang berwenang (eksekutif dan legislatif), yang selanjutnya lembaga kehakiman melakukan proses pengawasan terhadap implementasi undang-undang tersebut dan melakukan Judicial Review berdasarkan laporan yang masuk ke lembaga Kehakiman, baik dari perseorangan maupun dari lembaga atau organisasi kemasyarakatan

2. Judicial Review merupakan tugas dan wewenang lembaga yang termasuk dalam kategori Kekuasaan Kehakiman. Hal tersebut tentunya dilakukan semata-mata untuk keadilan dan keselarasan hukum perundang-undangan yang berlaku demi kemaslahatan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar